Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan kepada pemerintah, untuk mengevaluasi ulang kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% pada awal tahun 2025 mendatang. Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani, menyatakan bahwa kebijakan kenaikan PPN 12% perlu dievaluasi ulang karena daya beli masyarakat sedang mengalami penurunan. Menurut Ajib, pemberlakuan kenaikan tarif PPN 12% pada tahun 2025 lebih cenderung karena aspek budgetair, yakni fungsi fiskal untuk meningkatkan penerimaan negara.
Ajib merujuk pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang menunjukkan penurunan kelas menengah dari 21,45% pada 2019 menjadi 17,44% pada 2023. Selain itu, data dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia juga mengungkapkan bahwa 8,5 juta penduduk Indonesia turun ke kelas ekonomi yang lebih rendah antara tahun 2018-2023.
Menurut Ajib, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebagian besar ditopang oleh konsumsi rumah tangga, sehingga penurunan daya beli masyarakat bisa berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Oleh karena itu, Ajib menyarankan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dengan menurunkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan fokus mengalokasikan pajak, khususnya PPN Ditanggung Pemerintah (DTP), pada sektor yang menggerakkan perekonomian.
Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan dengan matang mengenai peningkatan tarif PPN 12%, serta memberikan insentif fiskal yang relevan dengan kemampuan daya beli masyarakat dan sektor usaha. Keberhasilan mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5% membutuhkan kebijakan fiskal yang mendukung dan progresif.