DJP Melakukan Penyidikan Pertama Kali In Absentia Terkait Kasus Pajak

by -128 Views
DJP Melakukan Penyidikan Pertama Kali In Absentia Terkait Kasus Pajak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melakukan proses penyidikan secara in absentia atau tanpa kehadiran tersangka untuk pertama kalinya. Proses penyidikan ini dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Timur II pada Kamis (26/10/2023).

Dalam penyidikan ini, diketahui bahwa terdapat tindak pidana di bidang perpajakan yang menyebabkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp 2,74 miliar. Tindak pidana ini dilakukan melalui PT BBM dan PT RPM.

Penyidikan in absentia ini dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Timur II dengan menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti atau tahap II atas tindak pidana di bidang perpajakan kepada penuntut umum di Kejaksaan Negeri Bojonegoro dan Kejaksaan Negeri Sidoarjo.

Kegiatan penyerahan tahap II ini dilakukan tanpa kehadiran tersangka, sesuai dengan Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Dalam ketentuan tersebut, penyidik pajak wajib berupaya maksimal untuk menghadirkan tersangka dalam proses penyidikan dan penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti.

Namun, jika tersangka tidak memenuhi panggilan sebanyak dua kali dan tidak memberikan alasan yang patut dan wajar, penyidik wajib mengumumkan pemanggilan pada media nasional atau internasional. Selain itu, dapat mengusulkan tersangka masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan meminta bantuan kepada pihak berwenang untuk mencatat dalam red notice.

Setelah berbagai upaya tersebut dilakukan secara maksimal, dan hasil penyidikan dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum atau P21, maka penyidik pajak dapat melakukan kegiatan tahap II secara in absentia.

Dalam kasus penyidikan di Kanwil DJP Jawa Timur II, tersangka berinisial SLM yang merupakan penanggung jawab PT BBM dan PT RPM tidak hadir dalam pemeriksaan dan penyerahan tahap II setelah dilakukan upaya maksimal. Penyidik telah mengumumkan pemanggilan tersangka tersebut pada media nasional dan tersangka telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selain itu, penyidik telah melakukan permohonan pencegahan ke luar negeri dan permintaan bantuan kepada Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk dicatat dalam red notice.

Tersangka SLM ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana di bidang perpajakan melalui PT BBM dan PT RPM, seperti menggunakan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, menyampaikan SPT Masa PPN yang tidak benar, dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut ke kas negara.

Tindakan SLM dilakukan pada periode Januari 2018 hingga Desember 2019 dan menimbulkan kerugian sebesar Rp 2,37 miliar melalui PT BBM dan Rp 377,49 juta melalui PT RPM.

Terhadap tersangka, telah dilakukan penyitaan aset berupa rumah senilai Rp 500 juta yang dimiliki oleh SLM.

Tersangka ini dapat diancam hukuman pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun, serta denda minimal 2 kali dan maksimal 4 kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.

Namun, karena keberadaan tersangka tidak ditemukan, pemeriksaan oleh penyidik tidak dapat dilakukan. Hal ini menjadi salah satu alasan sulitnya berkas perkara dinyatakan lengkap oleh penuntut umum (P-21) dan tidak dapat dilaksanakannya penyerahan tahap II kepada penuntut umum.

Penanganan tindak pidana di bidang perpajakan tanpa kehadiran tersangka dan/atau terdakwa diatur dalam Pasal 44D Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022.