Pada masa itu, campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan sangat besar. Mereka bahkan memiliki kemampuan untuk menjatuhkan atau mengangkat raja.
Sebagai contoh, Hamengkubuwono II yang anti-Belanda dipecat dari takhtanya. Perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda dipicu oleh perampasan lahan milik rakyat di Desa Tegalrejo. Pangeran Diponegoro segera memimpin perang melawan Belanda karena Belanda memasang patok di makam leluhurnya tanpa izin.
Perang Diponegoro menyebar ke berbagai daerah dan mendapat dukungan dari berbagai golongan masyarakat, termasuk bangsawan, ulama, santri, dan rakyat biasa. Tokoh-tokoh seperti Kyai Maja, SISKS Pakubuwono VI, dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya juga memberikan dukungan mereka untuk Pangeran Diponegoro.
Dalam perang melawan Belanda, Pangeran Diponegoro menggunakan strategi perang gerilya dan berhasil melancarkan perang sabil melawan Belanda. Namun, pasukan Diponegoro akhirnya kewalahan karena Belanda menerapkan taktik Benteng Stelsel.
Pada tanggal 28 Maret 1830, pasukan Belanda berhasil menangkap Diponegoro di Magelang. Meskipun terjepit, Pangeran Diponegoro menolak untuk menyerah. Akhirnya, ia diasingkan ke beberapa tempat seperti Ungaran, Semarang (29 Maret-5 April 1830), Batavia (8 April-3 Mei 1830), Manado (13 Juni 1830-20 Juni 1833), dan terakhir di Makassar (20 Juni 1833-8 Januari 1855).
Perlawanan Diponegoro melalui perang gerilya menjadi inspirasi bagi perjuangan Panglima Besar Soedirman, 100 tahun setelahnya. Seperti Diponegoro, Soedirman adalah contoh keteladanan yang luar biasa dalam sejarah Republik Indonesia. Bagaimana pun, perjuangan Diponegoro dan Soedirman menjadi inspirasi bagi generasi penerus. Sumber: https://prabowosubianto.com/pejuang-nasional-pangeran-diponegoro/