Jakarta, CNBC Indonesia – Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti divonis bebas dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menyatakan dakwaan jaksa terhadap Haris Azhar tidak terbukti secara sah.
“Memutuskan, menyatakan Terdakwa Haris Azhar tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah,” ucap ketua majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dikutip dari detikcom, Senin (08/01/2024).
Seluruh dakwaan dinyatakan tidak terbukti. Hakim juga merehabilitasi nama baik Haris Azhar dan membebaskan Fatia dari seluruh dakwaan.
Sebagai kilas balik, kasus ini bermula ketika Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dilaporkan Luhut ke Polda Metro Jaya setelah keduanya membahas konten dengan judul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!” yang tayang di kanal Youtube Haris Azhar pada 20 Agustus 2021.
Setidaknya ada beberapa cuplikan yang membuat Luhut geram, di antaranya seperti Fatia yang menyebut bahwa PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group ikut bermain bisnis tambang di Papua, di Blok Wabu. Perusahaan itu disebut sebagai anak usaha Toba Sejahtra Group, perusahaan yang dibesut Luhut.
“PT Tobacom Del Mandiri ini direkturnya adalah purnawirawan TNI namanya Paulus Prananto. Kita tahu juga bahwa Toba Sejahtra Group ini juga dimiliki sahamnya oleh salah satu pejabat kita, namanya adalah Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), The Lord, Lord Luhut. Jadi Luhut bisa dibilang bermain dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini,” kata Fatia dalam video tersebut.
Hal itulah yang menjadi dasar Luhut mengajukan gugatan kepada Haris Azhar dan juga Fatia.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Kamis, 8 Juni 2023 lalu, Luhut pun mengaku tidak terima dianggap penjahat dan ‘lord’ oleh terdakwa Haris Azhar dalam unggahan akun Youtube tersebut.
“Saya terus terang kerugian materil tidak perlu dihitung, tetapi secara moral, anak cucu saya, saya dibilang penjahat, saya dibilang lord, coba saya menuduh anda sebagai penjahat, sebagai pencuri, itu kan anda tidak bisa diterima juga,” ujar Luhut, seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Kendati demikian, menurutnya, ia telah meminta agar Haris Azhar meminta maaf dan menyelesaikan persoalan ini dengan baik-baik, tetapi hal itu tak digubris oleh Haris.
“Saya minta Kapolda untuk dimediasi saja, walaupun saya jengkel sekali, karena saya tidak punya bisnis di Papua, yang saya tidak pernah melakukan itu. Dan kemudian saya dituduh lord dan penjahat, ini menurut saya kata-kata yang sangat menyakitkan,” kata Luhut.
“Saya ingin dan saya selesaikan baik-baik, saya ingin dan saya minta untuk kepada anak buah saya, untuk kontak dia dan saya minta lawyer saya saudara Juniver untuk meminta dia meminta maaf,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Luhut mengaku sudah kenal lama dengan Haris. Eks Menko Polhukam itu mengatakan awalnya ia ingin menyelesaikan kasus ini secara baik-baik, tetapi tak direspons oleh Haris. Lewat pengacaranya, Luhut telah meminta Haris untuk minta maaf kepadanya.
Selain itu, Luhut mengatakan Haris pernah meminta bantuannya untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Menurutnya, selama ini dirinya telah berlaku baik kepada Haris. Ia mengaku sedih dengan pernyataan Haris.
“Saya terus terang sedih, kenapa saudara Haris begitu melakukan kepada saya, wong saya baik ke dia kok, wong dia minta tolong, mau sekolah pun, mau apapun, waktu itu saya dorong dia ke Harvard untuk ambil doktornya,” ujar Luhut.
“Dia bilang silakan Pak Luhut kalau mau bantu saya, tapi kemudian kami berapa (waktu) tak ketemu, tetapi kemudian dia ketemu lagi, dia tak masuk di sekolah itu. Tidak ada hubungan kami yang jelek,” imbuhnya.
Haris jadi terdakwa pencemaran nama baik terhadap Luhut bersama aktivis Fatia Maulidiyanti. Dalam dakwaannya, JPU menilai pernyataan Haris dan Fatia dalam sebuah video yang diunggah melalui akun YouTube Haris telah mencemarkan nama baik Luhut.
Atas perbuatan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai keduanya melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan pasal 310 KUHP Tentang Penghinaan.