Badan Narkotika Nasional (BNN) telah mengungkapkan bahwa pendekatan terhadap artis pengguna narkoba di Indonesia lebih condong ke arah rehabilitasi daripada penangkapan. Hal ini sejalan dengan rezim hukum Indonesia yang mendorong pendekatan rehabilitatif dalam penanganan kasus narkoba. Meskipun demikian, artis atau siapa pun yang terlibat dalam pelanggaran hukum tetap harus bertanggung jawab dan tidak terlepas dari konsekuensi hukum.
Menurut Kepala BNN Marthinus Hukom, pendekatan rehabilitasi tidak hanya berlaku bagi artis atau figur publik, tetapi juga bagi seluruh warga negara yang terlibat dalam kasus penggunaan narkoba. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Narkotika tahun 2009 yang mengamanatkan negara untuk memberikan rehabilitasi kepada para pengguna. Pasal 103 KUHP juga menegaskan bahwa hakim dapat memutuskan rehabilitasi bagi para pengguna narkoba.
Marthinus juga menggarisbawahi pentingnya menghindari penangkapan artis pengguna narkoba yang berlebihan karena hal tersebut dapat memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Terutama bagi generasi muda yang mengidolakan artis tersebut, publikasi tentang penangkapan dapat memengaruhi persepsi mereka terhadap pemakaian narkoba.
Meskipun demikian, jika seorang artis terlibat sebagai bandar narkoba, BNN akan bertindak tegas. Data dari ANTARA menunjukkan bahwa sejak tahun 2020 hingga pertengahan 2025, sekitar 20-22 artis Indonesia telah terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba. Pada tahun 2024, pemerintah juga telah merehabilitasi ribuan pengguna narkoba untuk mendukung pendekatan rehabilitatif dalam penanganan kasus narkoba di Indonesia.