Industri ritel dihadapkan pada tantangan besar sepanjang tahun 2024. Menurut Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja, melemahnya daya beli masyarakat, terutama kelas menengah bawah, berdampak pada pola belanja yang berubah. Hal ini menyebabkan kinerja industri ritel dan pusat perbelanjaan mengalami tekanan. Uang yang dimiliki oleh kelas menengah bawah semakin terbatas, membuat mereka lebih selektif dalam berbelanja, cenderung memilih barang dengan harga murah. Situasi ini mendorong masyarakat untuk mencari alternatif yang lebih terjangkau, termasuk membeli barang impor ilegal. Penjualan produk impor ilegal dengan harga rendah menekan industri manufaktur lokal dan membuatnya sulit bersaing.
Selain itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa meskipun konsumsi rumah tangga tumbuh sepanjang tahun, belanja sandang tertinggal jauh. Masyarakat lebih memilih menghabiskan uang untuk mobilitas dan pengalaman dibandingkan membeli pakaian baru. Alphonzus juga menyoroti kebijakan pembatasan impor yang berdampak pada kategori usaha sandang, terutama bagi kelas menengah atas. Meskipun demikian, pusat perbelanjaan tetap bertahan karena tidak hanya bergantung pada sektor sandang, banyak kategori usaha lain juga tumbuh cukup baik.
Dengan daya beli masyarakat yang tertekan dan persaingan dengan produk impor ilegal, pelaku industri ritel perlu terus beradaptasi. Strategi harga yang kompetitif, inovasi produk, dan pengalaman berbelanja yang menarik menjadi kunci untuk bertahan di tengah tantangan ekonomi. Namun, tantangan ini juga menjadi peluang bagi industri ritel untuk terus berkembang dan memperluas bisnisnya.