Ketegangan antara Rusia dan Ukraina dipandang oleh sebagian analis sebagai pintu masuk menuju Perang Dunia Ketiga (PD 3). Ini disebabkan oleh keterlibatan beberapa negara Barat yang merupakan anggota aliansi militer NATO dalam memberikan bantuan kepada Ukraina.
Sejumlah propaganda nuklir juga telah diutarakan oleh Moskow. Mereka mengancam akan meluncurkan senjata berbahaya tersebut jika negara-negara Barat secara langsung campur tangan di Ukraina yang bisa mengancam wilayah Rusia.
Jenderal Sir Patrick Sanders, seorang sejarawan militer, mengungkapkan bahwa ancaman perang ini sudah terlihat nyata. Beberapa analisis yang menyebut kemungkinan kekalahan Rusia dalam jangka panjang memicu persepsi bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin, bisa saja menggunakan senjata nuklir jika diperlukan.
Sanders juga menegaskan bahwa negara-negara Barat hanya memiliki waktu hingga akhir dekade ini untuk bersiap secara memadai dalam menghadapi serangan Rusia di wilayah NATO yang berpotensi memicu balasan Rusia terhadap negara-negara NATO.
Sejak awal konflik, Sanders mencatat bahwa propaganda dari pihak Moskow telah mempersiapkan masyarakat Rusia untuk menerima penggunaan senjata nuklir. Hal ini menjadi ancaman serius bagi negara-negara NATO, terutama yang berbatasan langsung dengan Rusia dan Ukraina seperti Lithuania dan Polandia.
Dalam diskusi di stasiun televisi Russia-1 bulan lalu, seorang analis militer menyatakan bahwa dalam waktu 10 hingga 15 menit, 30 hingga 40 nuklir Rusia bisa membuat negara Polandia dan rakyat Polandia lenyap.
Sanders juga menambahkan bahwa Putin, dalam situasi terpojok, mampu melakukan apa pun sesuai keinginannya. Rusia terus aktif dalam urusan global meskipun tekanan dari negara-negara Barat, terutama yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
Putin terus memperkuat aliansinya dengan Iran, India, dan China. China bahkan baru-baru ini mengirim pasukannya ke wilayah Belarus, yang merupakan proksi dan satelit dari Rusia, untuk berpartisipasi dalam latihan terorisme bersama setelah negara tersebut resmi menjadi anggota Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO).
Sementara itu, Perdana Menteri India, Narendra Modi, seorang pemimpin negara demokrasi terbesar di dunia yang pada umumnya merupakan sekutu Barat, menyambut kedatangan Putin dengan hangat saat Putin berkunjung ke Rusia.
Para ahli dan pengamat mengamati bahwa Barat sedang mengalami erosi kepemimpinan sementara kekuatan Rusia semakin kuat. Setelah konflik di Ukraina, Eropa mulai membahas risiko keamanan dengan lebih serius, dengan negara-negara netral seperti Swedia dan Finlandia bahkan bergabung dengan NATO setelah perdebatan yang signifikan.
Meskipun konflik terlihat terpisah-pisah di berbagai wilayah, seperti Ukraina, Timur Tengah, dan Asia-Pasifik, ada risiko besar yang membayangi komunitas internasional, terutama bagi Inggris. Hal ini membuka era polarisasi baru di dunia, di mana berbagai aktor negara berada dalam posisi yang semakin tegang.
Analisis-analisis dari berbagai sumber menyoroti bahwa tatanan dunia yang selama ini dipimpin oleh Barat sedang mengalami kelemahan, dan ketidakpastian mengenai apa yang akan menggantikannya. Kelalaian dalam menjalankan aturan internasional dapat memicu konflik besar di masa mendatang.
Situasi yang sedang berkembang ini semakin meningkatkan ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat, dengan potensi konfrontasi yang semakin meningkat. Semua pihak diharapkan dapat menemukan jalan keluar yang damai dan menghindari eskalasi menuju konflik yang lebih besar.