Joense Tipu-Tipu Real Estate di Korea: Gila Kerja, Utang, dan Bunuh Diri

by -66 Views
Joense Tipu-Tipu Real Estate di Korea: Gila Kerja, Utang, dan Bunuh Diri

Jeonse adalah sistem perumahan unik di Korea Selatan (Korsel). Di mana penyewa membayar uang muka dalam jumlah besar, terkadang ratusan ribu dolar, kemudian dapat hidup tanpa sewa selama bertahun-tahun.
Idenya adalah tuan rumah mendapatkan akses terhadap uang tunai tanpa bunga untuk spekulasi, dan penyewa mendapatkan perumahan gratis, dengan properti sebagai jaminan. Namun sistem ini ternyata menimbulkan banyak masalah, karena tipu-tipu yang terjadi.

Mengutip AFP, data polisi terbaru menunjukkan bagaimana setiap tahun, lebih dari satu miliar dolar uang penyewa hilang akibat penipuan sistem ini. Sistem ini pernah menguasai dua pertiga pasar persewaan Korsel pada tahun 90an, namun kini menyusu seiring kesadaran warga akan meningkatnya risiko.
Salah satunya adalah Park Hyeon-su. Ia awalnya tinggal di apartemen mikro tanpa jendela di Seoul, sebuah blok miskin, padahal sudah bekerja dengan shif ganda dan menabung setiap sen untuk membeli rumah yang bagus.

Namun sayang, sistem itu telah membuat penipu mengambil uangnya. Ia yang bekerja dari pukul 09.00 WIB hingga tengah malam dan menghemat US$ 73.000 (sekitar Rp 1,172 miliar) tak bisa berharap pindah ke area yang lebih layak.
Awalnya ia membayar uang jaminan dan ingin pindah. Namun pemilik rumah menghilang dan Park pun diusir tanpa mendapatkan uangnya kembali.

“Bukan hanya uang tunai, tapi seluruh usia saya yang berusia 20-an dan awal 30-an yang dicuri,” kata Pria 37 tahun itu, dimuat laman tersebut dikutip Senin (27/5/2024).
“Meskipun proses hukum sedang berlangsung, kemungkinan besar dia tidak akan mendapatkan ganti rugi,” tambahnya.
“Impian saya untuk memiliki rumah telah sirna, dan saya sudah menyerah untuk berkencan, apalagi menikah atau memiliki anak,” ujarnya dengan nama samaran untuk aktivisme jeonse demi melindungi privasinya.

Hal sama juga terjadi di kasus Choi Jee-su, 33 tahun. Ia menggunakan tabungan hidupnya ditambah pinjaman bank untuk pindah ke apartemen jeonse untuk menghindari kehidupan di kamar asrama yang dipenuhi kecoa.
Namun apartemennya telah “terjual habis” dan pemiliknya lenyap bersama uang jaminannya. Ia justru ditinggali utang.
Untuk membayar kembali pinjaman bank awalnya, Choi mengambil pinjaman kartu kredit berbunga tinggi dan menjual sahamnya. Ia bekerja shift yang melelahkan di restoran dan hidup dari makanan murah untuk menghemat uang.
Dia menghabiskan waktu berhari-hari membuat makanan lezat untuk pelanggan. Tetapi untuk dirinya sendiri, ia ragu-ragu bahkan untuk membeli satu bungkus mie instan.

“Saya akhirnya memilih mie kemasan yang lebih murah, dan hanya menangis saat memakannya karena rasanya tidak enak,” kata Choi.
Nasib Park dan Choi sebenarnya masih lebih baik. Tak jarang korban penipuan jeonse berakhir bunuh diri.
Para aktivis mengatakan setidaknya delapan korban penipuan jeonse telah bunuh diri. Mereka frustasi karena penipuan yang terjadi.

“Banyak penyewa mengambil pinjaman bank untuk menutupi deposit jeonse yang sangat besar, dengan niat untuk membayar kembali setelah mereka pindah dan uangnya dikembalikan,” muat AFP lagi.
“Namun setelah mereka ditipu, mereka masih terikat dengan bank,” tulis penelusuran laman itu.
Merujuk data resmi, setidaknya memang 17.000 orang seperti Park, terkena penipuan jeonse. Sekitar 70% di antaranya berusia 20-an hingga 30-an.
Aktivis mengatakan pihak berwenang tidak berbuat banyak untuk membantu para korban atau menghukum para penipu, yang seringkali berhasil menyembunyikan dan menyimpan uang tersebut. Meski, hukuman maksimum bagi pelaku penipuan di Korsel adalah 15 tahun.

Solusi yang Menimbulkan Masalah Baru?
Parlemen Korsel sendiri sudah sejak tahun lalu mengesahkan rancangan undang-undang khusus yang bertujuan membantu para korban. Komisi Jasa Keuangan, semacam OJK setempat, menawarkan pinjaman tanpa bunga yang dapat dilunasi dalam jangka waktu hingga 20 tahun.
Namun korban penipuan jeonse mengatakan bukan membayar kembali pinjaman bank yang dicuri yang mereka butuhkan. Solusi parlemen sama saja memberatkan korban.

“Menyuruh generasi muda menghabiskan 20 tahun ke depan untuk membayar kembali uang yang hilang karena penipuan sama saja dengan menyuruh mereka berhenti hidup,” kata Ahn Sang-mi, seorang korban lain.
Para aktivis menyarakan pilihan lainnya. Yakni melakukan rehabilitasi utang, proses serupa dengan kebangkrutan dan menghapus sebagian utang, namun memiliki dampak jangka panjang terhadap nilai kredit dan khususnya merugikan generasi muda.

“Pemerintah tidak boleh menstigmatisasi generasi muda, yang baru memulai kehidupan (dewasa), dengan nilai kredit yang buruk,” kata korban penipuan jeonse lain Jang Sun-hoon.
Sementara itu, partai oposisi Korsel Partai Demokrat, kini mengusulkan rancangan undang-undang yang memungkinkan negara mengganti uang jaminan penyewa yang hilang karena penipuan. Namun pemerintah menolaknya karena masalah biaya.
Menteri Pertanahan Park Sang-woo mengatakan bahwa penyewa muda mungkin “bermain cepat dan longgar” ketika mereka menandatangani kontrak. Ini mengindikasikan mereka tidak teliti dalam membaca kontrak.

“Penipuan Jeonse menghancurkan kehidupan,” Korban kehilangan semuanya, hidup (kami), impian, dan kegembiraan hancur,” kata salah satu korban, Choi, lagi.

Disclaimer: Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.