Kepemimpinan yang Agung dari Jenderal Besar TNI (Purn) Abdul Harus Nasution

by -88 Views
Kepemimpinan yang Agung dari Jenderal Besar TNI (Purn) Abdul Harus Nasution

Oleh: Prabowo Subianto (diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto)

Pertemuan pertama saya dengan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution terjadi ketika saya masih menjadi taruna di AKABRI di Magelang. Beliau sering memberikan ceramah di Magelang dan merupakan sahabat dekat keluarga Brigadir Jenderal TNI dr. H. Sajiman, Kepala RST Magelang. Saya sering mengunjungi rumah keluarga Sajiman dan dari situ saya mulai mengenal Pak Nas dan Bu Nas. Kami sebagai taruna mulai mengenal perjuangan Pak Nas sebagai salah satu pendiri TNI, sebagai Panglima Komando Jawa di bawah Panglima Besar Jenderal Soedirman.

Saya merasa beruntung bisa berdialog langsung dengan tokoh angkatan ’45, tokoh kunci dalam perang kemerdekaan kita. Saya merasa menjadi murid dari seorang pelaku sejarah. Beliau sering bercerita tentang pengalamannya, pendapatnya, tentang strategi perang gerilya, pengalaman melawan Belanda dan lain sebagainya. Beliau juga sangat menguasai sejarah dan berbagai bahasa, jamaknya generasi ’45.

Dari sosok Pak Nas, saya belajar bahwa seorang jenderal harus benar-benar menguasai profesinya, harus ahli, pintar, dan ber-IQ tinggi. Selain itu, beliau juga sosok yang bersih, jujur, bersahaja, dan tidak pernah korupsi. Beliau terus berkarya meskipun sudah tidak menjabat dan menulis buku “Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia” yang sangat berguna untuk generasi muda.

Selama karier saya, saya terus merawat hubungan baik dengan Pak Nas. Meskipun pada saat itu beliau termasuk anggota Kelompok Petisi 50 yang diperlakukan seolah-olah sebagai paria oleh rezim Orde Baru. Saya tetap mengunjungi beliau dan keluarganya tanpa rasa takut apa yang akan terjadi pada karier saya sendiri.

Saat saya menjadi menantu Presiden Soeharto pada saat saya berpangkat Kapten, saya tetap memelihara hubungan dengan Pak Nas dan keluarganya meskipun dituduh tidak loyal pada Pak Harto. Saya tetap menghormati beliau, mendatangi beliau dan keluarganya, tanpa rasa takut apa yang akan terjadi pada karier saya sendiri.

Kalaupun saya memelihara silaturahmi dengan Pak Nas dan keluarganya, bukan berarti saya ikut garis politik beliau. Saya tetap hormat dan patuh pada atasan saya dalam struktur meskipun mengalami kesulitan. Saya juga menjaga silaturahmi yang baik dengan tokoh-tokoh Petisi 50 lainnya seperti Letnan Jenderal HR Darsono, Letnan Jenderal Kemal Idris, dan Letnan Jenderal TNI Sarwo Edhie Wibowo.

Saya terharu ketika Pak Nas sakit dan selain keluarga beliau, beliau menanyakan saya. Saya sempat membesuk beliau ketika sakit dan sangat kehilangan sosok guru, panglima, dan pemimpin yang pantas diteladani saat beliau wafat.