Pemerintah Indonesia telah memulai program pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel berbasis minyak kelapa sawit ke dalam minyak Solar sebesar 35% (B35) pada tahun 2023. Proyek ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi negara lain dalam pengembangan biodiesel. Implementasi program B35 sebenarnya telah dimulai sejak 1 Februari 2023, namun baru sepenuhnya dilaksanakan pada 1 Agustus 2023.
“Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan bahwa B35 akan berjalan secara nasional mulai 1 Agustus. Meskipun sebenarnya sudah dimulai sejak 1 Februari, namun beberapa masih dalam masa relaksasi hingga 1 Agustus ini dengan start 100%,” ujar Dadan Kusdiana dalam acara “11 Tahun Indonesia EBTKE Conex” di ICE BSD, Senin (25/12/2023).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyebut bahwa Indonesia akan menjadi contoh dalam program pencampuran biodiesel 35% (B35). Pemerintah menetapkan alokasi biodiesel untuk B35 pada 2023 yang mencapai 13,15 juta Kilo Liter (KL). Dengan implementasi B35 ini, Indonesia dianggap sebagai negara yang paling konsisten dalam menerapkan energi hijau di dunia.
Airlangga juga menambahkan bahwa Indonesia merupakan negara yang tingkat pencampurannya konsisten dalam 7 tahun terakhir. Hal ini mencapai 36% dari capaian realisasi energi baru dan terbarukan dalam bauran di tahun 2021.
Terganggunya tingkat suplai energi global dan beralihnya pemilik modal kepada energi berbasis hijau telah mengubah dinamika geopolitik internasional. Hal ini memicu sebuah perubahan paradigma besar dalam industri energi global.
Sementara itu, PT Pertamina (Persero) menyebut bahwa program pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis Biodiesel ke dalam minyak Solar sebesar 30% (B30) telah berdampak pada penghematan keuangan negara. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa program B30 tahun lalu, dapat menghemat devisa hingga Rp 122 triliun dan menurunkan volume impor.
Setelah sukses menjalankan program B30, pemerintah juga telah merilis program B35 pada 1 Februari 2023. Program ini diharapkan dapat menghemat devisa sebesar US$ 10,75 miliar, meningkatkan nilai tambah hilir kelapa sawit, dan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 34,9 juta ton CO2.