Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sedang mengkaji pendanaan program transisi energi untuk mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Indonesia. Hingga saat ini, pendanaan untuk pemensiunan dini PLTU batu bara masih kurang menarik bagi investor. Oleh karena itu, pemerintah sedang mencari cara untuk mendapatkan pendanaan dari investor asing, mengingat biaya yang dibutuhkan untuk mempensiunkan PLTU batu bara secara dini tidaklah mudah.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif, mengatakan bahwa pemerintah membuka opsi pendanaan pensiun dini PLTU batu bara menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, pihaknya juga tetap membuka peluang bagi investor asing untuk ikut berkontribusi dalam mendanai pensiun dini PLTU di Indonesia. Contohnya adalah pendanaan yang dijanjikan oleh berbagai negara maju melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), yang merupakan inisiatif pendanaan senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun.
JETP merupakan kemitraan antara Indonesia dan negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG). Sekretariat JETP Indonesia telah dibentuk dan mulai beroperasi sejak April 2023. Salah satu tugasnya adalah melakukan koordinasi dalam penyusunan dokumen CIPP (Coordinated Indonesia Partnership Program) secara kolaboratif antara pemerintah Indonesia dan IPG.
Dokumen CIPP JETP, yang merupakan dokumen utama untuk implementasi kemitraan JETP, akan terus diperbaharui setiap tahun untuk mencerminkan perkembangan ekonomi global dan prioritas pembangunan dalam negeri. Masukan publik akan diolah oleh Sekretariat JETP sebelum tanggal 14 November untuk menjadi landasan finalisasi dokumen CIPP. Rencananya, dokumen CIPP akan diluncurkan di Indonesia sebelum perhelatan Conference of Parties (COP) ke-28 mengenai perubahan iklim yang akan berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab pada penghujung tahun ini.
