Industri padat karya di Indonesia mengalami berbagai masalah, mulai dari tekstil, minyak kelapa sawit, hingga tembakau. Pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai marak terjadi, dengan jumlah yang tercatat mencapai 114.675 orang selama periode Januari – Maret 2025. Hal ini memberikan dampak serius terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang terpuruk.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, kondisi industri padat karya terus memburuk karena demand dalam negeri maupun luar negeri menurun. Hal ini tercermin dari pertumbuhan industri tekstil, pakaian jadi, sepatu, dan industri kulit yang menunjukkan penurunan signifikan. Selain itu, industri CPO juga menghadapi penurunan harga yang signifikan akibat melemahnya permintaan global dan domestik.
Tidak hanya masalah permintaan yang merosot, biaya produksi yang tinggi dan pungutan yang dikenakan oleh pemerintah juga menjadi penyebab lesunya kinerja industri padat karya. Faktor lain yang menyebabkan industri mengalami kesulitan adalah kebijakan cukai yang dianggap terlalu agresif, seperti yang dialami sektor tembakau.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, Apindo mendorong revitalisasi padat karya untuk mengatasi jumlah PHK yang terus meningkat. Selain itu, diperlukan kajian ulang atas kebijakan produksi dan pungutan agar industri padat karya dapat pulih dari kondisi yang sulit. Dengan demikian, diharapkan industri padat karya di Indonesia dapat kembali pulih dan berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara.