Pemerintah Indonesia memastikan akan memperkuat kebijakan kerja sama penagihan pajak lintas negara pada tahun 2026 dengan menambah jumlah negara mitra. Dalam dokumen Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026, negara baru yang akan diajak kerja sama penagihan pajak di antaranya Jepang dan Korea melalui kebijakan Assistance in Recovery of Tax Claims.
Kebijakan Assistance in Recovery of Tax Claims memungkinkan penagihan pajak lintas negara dilakukan secara resiprokal untuk mendukung pengamanan penerimaan pajak dan meningkatkan kepatuhan global. Penerapan kebijakan ini telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 159 Tahun 2014 tentang Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters (MAAC), yang kemudian direvisi dengan Perpres 56/2024.
Melalui revisi Perpres tersebut, pemerintah menambah cakupan negara mitra pemberi bantuan penagihan pajak menjadi 81 negara. Sebelumnya, pemerintah hanya bisa meminta bantuan penagihan kepada sejumlah negara tertentu.
Selain itu, kebijakan pajak dalam cakupan internasional juga dilakukan melalui Pajak Minimum Global dengan tarif 15% untuk perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi global minimum €750 juta. Pajak Minimum Global dikenakan melalui tiga mekanisme yang berlaku pada tahun 2025 dan 2026.
Pemerintah juga sedang berupaya untuk mendapatkan status transitional qualified atas penerapan Pajak Minimum Global di Indonesia. Selain itu, untuk meningkatkan transparansi, pemerintah memperkuat pelaksanaan Automatic Exchange of Information (AEOI) berdasarkan Common Reporting Standard (CRS) pada tahun 2026.
Pemerintah juga bersiap mengadopsi Crypto-Asset Reporting Framework (CARF) untuk memfasilitasi pertukaran data transaksi aset kripto secara internasional. Diharapkan dengan berbagai kebijakan ini, pemerintah dapat mencapai target pengumpulan setoran pajak pada tahun 2026 yang telah ditetapkan.