Ketegangan diplomatik antara Amerika Serikat (AS) dan Brasil semakin memanas setelah AS mencabut visa sejumlah tokoh hukum Brasil, termasuk Hakim Agung Alexandre de Moraes. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap surat perintah penggeledahan dan penahanan mantan Presiden Jair Bolsonaro oleh Mahkamah Agung Brasil, yang juga melarangnya berkomunikasi dengan pejabat asing terkait dugaan keterlibatan dalam urusan hukum di negaranya. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menuduh aksi Moraes sebagai “perburuan penyihir politik” dan memberlakukan sanksi visa kepada Moraes dan sekutunya.
Bolsonaro, yang sebelumnya mendapat tekanan dari Trump untuk membantu, sekarang dihadapi dengan sanksi dan pembatasan lebih lanjut yang diberlakukan oleh Mahkamah Agung Brasil. Dalam wawancara, Bolsonaro menanggapi perintah pengadilan dengan ketidakpuasan, menyebut Moraes sebagai “diktator” dan merasa terhina dengan tindakan pemasangan alat pelacak pergelangan kaki. Kasus hukum Bolsonaro di Brasil semakin kompleks dengan ancaman tarif impor 50% dari Trump yang dimulai pada Agustus 2025.
Moraes mendukung pembatasan terhadap Bolsonaro dengan alasan bahwa upaya mantan presiden tersebut melibatkan kepala negara asing dalam sistem peradilan Brasil merupakan ancaman terhadap kedaulatan negara. Brazil semakin terperosok dalam krisis politik dan ekonomi di tengah tekanan dari pemerintah AS. Tindakan hukum dan sanksi visa yang diberlakukan menunjukkan dampak negatif dari campur tangan politik luar negeri, dan memberikan sinyal bahwa dukungan publik terhadap pemerintahan di Brasil semakin menguat.