Peluang Ekonomi RI Melonjak Berkat Kebijakan Trump

by -21 Views

Pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi merosot pada 2025-2026 akibat dari perang dagang yang mengakibatkan tingginya ketidakpastian di pasar keuangan serta melemahkan aktivitas ekonomi secara riil. Proyeksi dari Dana Moneter Internasional (IMF) mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan mencapai 5% baik pada tahun ini maupun hingga tahun 2026. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi akan tetap lebih tinggi dibandingkan dengan China dan Vietnam dalam periode yang sama.

Dalam World Economic Outlook (WEF) edisi April 2025, IMF meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan mencapai 4,7% pada 2025-2026, yang merupakan revisi ke bawah dari perkiraan sebelumnya di edisi Januari 2025. Sedangkan untuk Vietnam, proyeksi pertumbuhan ekonominya menunjukkan penurunan menjadi 5,2% pada tahun 2025 dibanding realisasi pada tahun sebelumnya yang tumbuh 7,1%. Sementara China diprediksi hanya akan mampu mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 4% pada 2025-2026, lebih rendah dari Indonesia yang menempuh 4,7%.

Meskipun Indonesia dapat mengungguli China dan Vietnam dalam menghadapi tarif dagang tinggi yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump, proyeksi IMF menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia masih memiliki pertumbuhan yang lebih rendah daripada Filipina. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Filipina akan mencapai 5,5% pada 2025, sedangkan pada 2028 diperkirakan akan mengalami peningkatan menjadi 5,8%. Hal ini menandakan bahwa banyak negara emerging market mengalami perlambatan signifikan bergantung pada kebijakan tarif yang diterapkan.

Terkait dengan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, IMF menyoroti dampak negatif dari lonjakan ketidakpastian kebijakan perdagangan yang membuat sektor bisnis memangkas pembelian dan investasi. Kami juga mengingatkan bahwa penilaian kembali risiko pinjaman menjadi sebuah faktor kunci dalam menghadapi perlambatan ekonomi global yang diakibatkan oleh perang dagang dan ketidakpastian kebijakan perdagangan.

Source link