Pemerintah Amerika Serikat telah resmi memberlakukan tarif impor sebesar 104% terhadap barang-barang asal China mulai malam ini, Rabu (9/4/2025) waktu setempat. Langkah ini diambil tanpa menghiraukan negosiasi yang sedang berlangsung antara Presiden Donald Trump dan mitra dagang lainnya. Perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia ini telah menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan global dan memunculkan ketakutan akan resesi internasional.
Meskipun Trump siap untuk berunding dengan negara-negara lain, China dikecualikan dari daftar prioritas. Pemerintah AS tetap melaksanakan tarif yang tinggi terhadap produk China sebagai respons atas langkah balasan Beijing yang dianggap sebagai provokasi. China, di sisi lain, menanggapi dengan keras, menyebut tarif sebagai pemerasan dan bersikeras tidak akan menyerah pada tekanan dari Amerika. Mereka bahkan telah mengumumkan tarif balasan sebesar 34% terhadap produk-produk asal AS.
Sementara itu, Gedung Putih telah memulai negosiasi dagang bilateral dengan Jepang dan Korea Selatan. Presiden Trump juga meminta tim perdagangannya untuk merancang kesepakatan khusus dengan hampir 70 negara yang meminta pengecualian dari tarif. Di sisi lain, Uni Eropa juga tengah mempertimbangkan tarif balasan terhadap beberapa produk AS, termasuk kacang kedelai dan sosis.
Ketegangan ini telah mengguncang pasar keuangan, dengan indeks saham AS kembali merosot dan bursa saham Eropa mengalami kebangkitan setelah beberapa hari penurunan. Dampak ekonomi sudah mulai terasa, di mana sebagian warga AS mengantisipasi kenaikan harga akibat tarif ini. Banyak perusahaan telah mengumumkan rencana penyesuaian biaya dan harga produk mereka.
Meski Trump yakin tarif ini akan membantu pemulihan industri dalam negeri AS, banyak pihak mengkhawatirkan dampak negatifnya, termasuk inflasi dan krisis lapangan kerja. Senator AS Ted Cruz bahkan mengungkapkan kekhawatiran bahwa kebijakan ini bisa menjadi bencana politik bagi Partai Republik. Kondisi ini menjadi sorotan utama karena potensi dampaknya yang luas di berbagai sektor ekonomi global.