Presiden AS, Donald Trump, pada Senin mengeluarkan perintah eksekutif yang akan memberlakukan tarif sebesar 25% bagi negara-negara yang membeli minyak atau gas dari Venezuela. Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk tekanan kepada Caracas. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari upaya Trump untuk menekan Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, karena dianggap tidak membuat kemajuan dalam reformasi elektoral dan penanganan pemulangan migran Venezuela dari AS.
Perintah eksekutif ini juga meminta Chevron untuk segera keluar dari Venezuela, dengan batas waktu 30 hari yang telah ditetapkan Departemen Keuangan AS sejak 4 Maret. Meskipun belum dijelaskan secara rinci bagaimana tarif tersebut akan diberlakukan, langkah ini difokuskan pada pembeli minyak mentah Venezuela di luar AS, termasuk China.
Pemerintah Venezuela menolak tegas agresi baru yang diumumkan oleh Trump, menyebutnya sebagai tindakan sewenang-wenang, ilegal, dan putus asa. Selain itu, Trump juga telah menetapkan tarif baru yang akan mulai berlaku pada 2 April bagi negara-negara yang membeli minyak Venezuela, termasuk yang melalui pihak ketiga. Harga minyak naik setelah pengumuman tersebut, tetapi kenaikannya dibatasi oleh perpanjangan lisensi Chevron di Venezuela.
Menanggapi tarif yang diberlakukan oleh AS, China, pembeli terbesar minyak Venezuela, memiliki pilihan untuk beralih ke minyak Rusia. Hal ini dilatarbelakangi oleh kebijakan tarif impor minyak Venezuela yang dilakukan oleh Beijing dalam beberapa tahun terakhir. Diharapkan manuver ini akan meningkatkan permintaan global terhadap minyak Rusia.