Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, diduga memiliki tujuan untuk mencaplok Greenland yang sebenarnya melibatkan persaingan dengan China. Hal ini terlihat dari upaya pejabat AS dan Denmark yang melobi pengembang deposit mineral tanah jarang di Greenland agar tidak menjualnya kepada perusahaan China. Greg Barnes, CEO Tanbreez Mining, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pembicaraan dengan Washington terkait pengembangan mineral kritis di pulau tersebut.
Minat ekonomi jangka panjang AS terhadap Greenland sudah terlihat sebelum Trump menyatakan minatnya untuk mengakuisisi wilayah tersebut. Hal ini terkait dengan pentingnya tanah jarang sebagai bahan industri teknologi tinggi, yang memicu persaingan antara China dan Barat untuk mengurangi dominasi China dalam ekstraksi dan pemrosesan.
AS juga memberikan tekanan kepada Tanbreez Mining agar tidak menjual deposit besar tersebut kepada pembeli yang terkait dengan Beijing. Meskipun mengalami kesulitan keuangan, Tanbreez akhirnya dijual kepada Critical Metals yang berbasis di New York. Ini menunjukkan bahwa AS lebih berhasil dalam investasi di Greenland daripada di Afrika.
Pembicaraan dengan AS terus berlanjut, terutama terkait dengan pengembangan fasilitas pemrosesan tanah jarang. Perusahaan Critical Metals juga telah menjalin hubungan dengan kontraktor pertahanan seperti Lockheed Martin, RTX, dan Boeing. Proyek lain di Greenland seperti proyek grafit dari GreenRoc juga sedang dikembangkan dengan harapan mendapatkan investasi dari AS.
Meskipun upaya Donald Trump untuk membeli Greenland tidak berhasil karena Denmark menolak penjualan, pulau itu tetap menjadi titik fokus AS dalam mencari sumber daya mineral kritis. Dengan adanya persaingan antara China dan Barat mengenai kontrol sumber daya di Greenland, prospek investasi dari AS dalam wilayah tersebut terus berkembang.