Rumah subsidi selalu terletak di lokasi yang jauh dan sulit diakses, seperti di Kota Bekasi, Depok, serta Kabupaten Tangerang. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah, hal ini disebabkan oleh harga tanah yang tinggi di daerah perkotaan seperti Jabodetabek. Pengembang tidak mampu membeli tanah dengan harga tersebut untuk membangun rumah subsidi. Harga tanah yang bisa dibeli untuk rumah subsidi biasanya sekitar Rp 350 ribu/m2, dengan batas harga maksimum rumah subsidi di kisaran Rp 185 juta. Selain itu, biaya untuk fasilitas umum di perumahan subsidi juga menjadi tanggungan pembeli.
Junaidi juga menyoroti pentingnya infrastruktur dalam membangun rumah subsidi agar terjangkau dan memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Dia menekankan perlunya pemerintah untuk menyediakan infrastruktur yang mendukung rumah subsidi dan menerapkan transit oriented development (TOD) untuk menghindari kemacetan.
Perbedaan kondisi rumah subsidi di luar kota besar juga disoroti. Rumah subsidi di daerah lain cenderung lebih dekat dengan wilayah perkotaan dibandingkan dengan rumah subsidi di Jabodetabek. Junaidi menegaskan bahwa keberadaan rumah subsidi di sekitar kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan cukup jauh, kecuali untuk rumah di daerah yang sedang berkembang. Kesimpulannya, faktor-faktor seperti harga tanah dan infrastruktur menjadi pertimbangan utama dalam pembangunan rumah subsidi.