Terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025 sebesar 6,5% menimbulkan masalah baru di Indonesia. Pasalnya, kebijakan tersebut memberi tugas kepada para Gubernur untuk menetapkan Upah Minimum Sektoral (UMS) di wilayahnya tanpa panduan teknis yang jelas. Hal ini menciptakan ketidakpastian dalam proses penetapan UMS, mengingat aturan sebelumnya tidak memberikan arahan terkait hal ini.
Ketua Apindo Bidang Ketenagakerjaan, Bob Azam, mengutarakan keprihatinannya karena banyak instansi yang mengajukan usulan-usulan yang tidak realistis terkait UMS. Dalam kondisi industri yang sedang lesu, Bob menegaskan bahwa menaikkan beban upah pekerja dapat meningkatkan risiko gulung tikar bagi perusahaan. Berdasarkan riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), sebagian besar sektor industri mengalami penurunan yang signifikan sepanjang tahun 2024, seperti sektor otomotif.
Apindo telah mengirim surat kepada Menaker untuk merumuskan panduan yang bijak dalam penetapan UMS. Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, menyatakan kesiapan untuk bertemu dengan Menaker guna membahas masalah ini. Organisasi tersebut juga mengingatkan bahwa jika pemerintah tidak segera merespons masalah UMS ini, maka potensi investasi di Indonesia akan terganggu.
Bob berharap pemerintah segera menerbitkan panduan kepada daerah dalam menetapkan UMS, agar diskusi di Dewan Pengupahan Daerah bisa lebih terstruktur. Ia menyoroti beberapa kasus di mana instansi setempat mengajukan tuntutan UMS yang tidak masuk akal, hal ini dapat berdampak negatif bagi industri dan investasi di Indonesia. Di tengah ketidakpastian ini, Apindo menekankan pentingnya kerjasama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam menetapkan kebijakan terkait UMS.