Ketegangan antara Rusia dan Ukraina semakin meningkat, terutama setelah seorang jenderal senior Rusia, Igor Kirillov, tewas dalam sebuah ledakan bom di Moskow. Bom itu disebut berkapasitas setara dengan 300 gram TNT dan dioperasikan dari jarak jauh, tidak hanya menewaskan Kirillov tetapi juga asisten pribadinya.
Kirillov sendiri adalah seorang jenderal berusia 54 tahun yang memegang peranan penting dalam Pasukan Pertahanan Radiologi, Kimia, dan Biologi Rusia. Pria ini telah dikenai sanksi oleh beberapa negara, termasuk Inggris Raya dan Kanada, atas peranannya dalam konflik di Ukraina.
Menanggapi kematian Kirillov, Rusia menyatakan peristiwa tersebut sebagai serangan teroris, sementara Ukraina belum memberikan komentar resmi namun sumber-sumber SBU telah mengklaim bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut. Hal ini memperumit hubungan antara kedua negara, dengan tuduhan balik dari masing-masing pihak terhadap serangkaian pembunuhan pejabat tinggi.
Reaksi dari Amerika Serikat pun turut disorot dalam konteks ini, dengan pernyataan keras dari Departemen Luar Negeri yang mengecam kekejaman yang dilakukan oleh Kirillov. Meskipun AS membantah keterlibatan dalam insiden tersebut, tuduhan terhadap Kirillov atas penggunaan senjata kimia terhadap militer Ukraina tetap menjadi sorotan.
Ketegangan antara Rusia dan Ukraina yang mencapai puncaknya dengan kematian jenderal Rusia ini menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi konflik yang lebih luas, melibatkan pihak luar seperti Barat dan AS. Kasus ini juga mengingatkan akan serangkaian pembunuhan berkaitan dengan konflik Ukraina yang terjadi sebelumnya, menampilkan dinamika politik yang semakin kompleks di kawasan tersebut.