Fakta Baru Ledakan Lebanon: Hizbullah Mengamuk

by -23 Views
Fakta Baru Ledakan Lebanon: Hizbullah Mengamuk

Daftar Isi Jakarta, CNBC Indonesia – Keadaan di Timur Tengah sedang memanas. Setelah terjadi ratusan ledakan yang melibatkan pager dan walkie-talky Hizbullah, yang diduga dilakukan oleh Israel. Kini Lebanon mengumumkan perang dengan pasukan Zionis tersebut. Berikut perkembangan terbarunya seperti yang dikutip dari beberapa sumber oleh CNBC Indonesia, Jumat (20/9/2024):

Lebanon Umumkan Perang
Perdana Menteri (PM) Lebanon Najib Mikati mengumumkan bahwa negaranya sekarang sedang dalam perang. Hal ini diumumkan setelah terjadi ledakan besar dan mematikan pada perangkat elektronik, yang terjadi di seluruh negeri selama dua hari berturut-turut, menewaskan lebih dari 30 orang dan melukai ribuan lainnya. “Kejahatan besar ini… terhadap orang-orang yang tidak bertahan di rumah mereka, yang dibunuh dengan cara ini, tidak dapat dijelaskan,” kata Mikati kepada wartawan, seperti yang dikutip dari laman Russia Today (RT), Jumat (20/9/2024). Ia menegaskan bahwa Lebanon sedang berperang dengan Israel. “Perang ini dimulai sekitar 11 bulan lalu dan sangat berdampak pada warga kami di selatan yang rumah-rumahnya dihancurkan,” katanya. “Kita berhadapan dengan musuh yang tidak mengindahkan semua hukum internasional dan kemanusiaan. Dan, pertanyaannya adalah apakah ini akan terus berlanjut? Di mana PBB, yang tugas utamanya adalah menyebarkan perdamaian?” tanya Mikati.

Jet Tempur Israel Menyerang 100 ‘Bom’ ke Lebanon
Sehari sebelumnya, jet tempur Israel melakukan serangan di Lebanon selatan dalam hampir setahun perang, seperti dilaporkan oleh Reuters. Jet tersebut menyerang sekitar 100 target yang diklaim sebagai “peluncur roket” Hizbullah, yang berisikan sekitar 1.000 barel amunisi. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengonfirmasi hal ini. “Serangan udara melumpuhkan ratusan barel peluncur roket yang siap ditembakkan ke Israel serta, sekitar 100 peluncur, dan lokasi infrastruktur teroris tambahan,” kata IDF dalam pernyataan, seperti dikutip dari AFP. “IDF akan terus beroperasi untuk melemahkan infrastruktur dan kemampuan organisasi teroris Hizbullah guna melindungi Negara Israel,” tambahnya juga dikutip dari Reuters.

Hizbullah Melancarkan Serangan ke Israel
Hizbullah mengklaim telah menembakkan setidaknya 140 roket ke Israel setelah Lebanon selatan menjadi target serangan Israel. Sebelumnya kelompok tersebut diketahui telah melakukan 17 serangan terhadap target-target Israel di Galilea, Dataran Tinggi Golan yang diduduki, dan Perbukitan Kfarchouba yang diduduki sepanjang hari. “Serangan rudal dan pesawat tanpa awak Hizbullah di Israel utara telah menewaskan dua tentara Israel dan melukai sembilan lainnya dalam serangan terpisah pada hari Kamis di Lebanon Selatan,” kata militer. Sebelumnya, tentara Israel meminta penduduk kota-kota dekat perbatasan dengan Lebanon untuk tetap dekat dengan tempat perlindungan dan “mengawasi” pintu masuk.

Irak-Iran Mengirim Pasukan ke Lebanon untuk Membantu Hizbullah
Pemerintah dan milisi Irak memesan pengiriman bantuan ke Lebanon setelah terjadi ledakan ledakan pager yang diduga dilakukan oleh Israel. Dalam pernyataan resmi, kantor Perdana Menteri (PM) Irak Mohammed Shia Al Sudani mengatakan bahwa Baghdad memerintahkan pengiriman tim medis ke Lebanon. Irak juga menyalahkan Israel atas serangan ini. “Pemerintah Irak mengikuti perkembangan keamanan yang berbahaya di Lebanon dan serangan siber Zionis yang menyebabkan banyak warga sipil menjadi korban dan cedera,” kata Juru Bicara Pemerintah Irak, Basim Al Awadi, dalam sebuah pernyataan yang dikutip Xinhua. “Ledakan dan serangan lain yang dilakukan oleh Israel, serta ancaman untuk memulai perang besar di Lebanon, membutuhkan ‘intervensi internasional yang mendesak’ untuk mencegahnya berlanjut di Timur Tengah.”

Selain dari Pemerintah Irak, milisi Irak yang pro-Tehran, Kataeb Hezbollah, menyatakan bahwa mereka akan ‘menyerahkan semua kemampuan kami ke tangan saudara-saudara di Lebanon’. Mereka bahkan menyatakan akan mengirim pasukan ke Lebanon. “Kami sangat siap untuk pergi bersama mereka sampai akhir, dan untuk mengirim pejuang, peralatan, dan dukungan, baik dalam hal teknis maupun logistik,” kata mereka seperti yang dikutip dari Times of Israel.

Pemimpin Hizbullah: Israel Melewati Batas Merah
Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah menyatakan bahwa serangan pager dan handy talky yang dilakukan terhadap anggotanya di Lebanon dan Suriah minggu ini melewati ‘semua batas merah’. Ia berjanji untuk membalas dan tidak gentar dalam melawan Israel untuk mendukung warga Palestina di Gaza. Dalam pidato pertamanya yang disiarkan televisi sejak serangan tersebut, Nasrallah menyatakan bahwa ada ‘pukulan besar dalam hal keamanan dan kemanusiaan’ yang ditujukan kepada Hizbullah. Namun ia menegaskan bahwa serangan itu gagal melumpuhkan kelompok tersebut. “Serangan tersebut tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah gerakan perlawanan di Lebanon, serta ‘dalam sejarah negara kami’ dan musuh kami. Sejak 8 Oktober hingga sekarang, pasukan Israel tidak menarik satupun personel militernya di Utara,” ucapnya. Nasrallah juga menekankan bahwa serangan tersebut sebagian berhasil digagalkan karena banyak perangkat tidak berfungsi sehingga dimatikan dan dibuang. “Saya jamin infrastruktur kami tidak tersentuh,” tambahnya.

Fakta Baru Terkait Teror Ledakan Massal di Lebanon
Investigasi awal oleh otoritas Lebanon menemukan bahwa perangkat komunikasi yang meledak di Lebanon minggu ini telah dipasangi bahan peledak sebelum tiba di negara tersebut. Hal ini diungkapkan dalam surat yang dikirim oleh misi Lebanon kepada Dewan Keamanan PBB. Dilansir dari Reuters, perangkat-perangkat tersebut, termasuk pager dan walkie-talkie, diledakkan melalui pesan elektronik yang dikirim ke alat tersebut. Lebanon menuduh Israel bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan serangan tersebut. Dewan Keamanan PBB, dengan 15 anggota, dijadwalkan akan mengadakan pertemuan pada Jumat untuk membahas ledakan ini. Israel belum memberikan komentar langsung mengenai serangan tersebut, namun sumber-sumber keamanan menyatakan bahwa serangan tersebut kemungkinan dilakukan oleh Mossad, agen mata-mata Israel yang memiliki sejarah panjang dalam melakukan serangan canggih di luar negeri.

Maskapai AS Mengumumkan Pembatalan Penerbangan ke Israel
Maskapai besar Amerika Serikat (AS) Delta Air Lines mengumumkan pada hari Kamis bahwa mereka akan menangguhkan penerbangan langsung antara New York dan Tel Aviv hingga akhir tahun. Perusahaan tersebut mencatat ketegangan yang terjadi di Timur Tengah. “Penerbangan Delta antara New York-JFK dan Tel Aviv akan dihentikan sementara hingga 31 Desember, karena konflik yang sedang terjadi di kawasan tersebut,” tulis pengumuman maskapai tersebut. Penangguhan tersebut berarti Delta telah menghentikan semua penerbangan langsung antara Amerika Serikat dan Israel hingga akhir tahun. Kekhawatiran akan terjadinya perang besar di perbatasan utara Israel meningkat setelah ribuan perangkat komunikasi milik Hizbullah meledak di Lebanon, menewaskan 37 orang dan melukai hampir 3.000 lainnya dalam dua hari dalam serangan yang oleh kelompok militan yang didukung Iran tersebut dituduhkan dilakukan oleh Israel. Maskapai penerbangan seperti Air France, Lufthansa, dan Swiss juga sementara menangguhkan penerbangan ke Israel setelah insiden tersebut.

PBB Mengirim Bantuan ke Lebanon
Organisasi kesehatan PBB, WHO, mengatakan bahwa mereka bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Lebanon untuk menangani ribuan korban luka akibat ledakan perangkat komunikasi. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan serangan tersebut telah “sangat mengganggu sistem kesehatan yang sudah rapuh di Lebanon”. “WHO telah mendistribusikan perlengkapan trauma dan operasi darurat, dan kami sedang bekerja untuk memenuhi kebutuhan mendesak, termasuk persediaan darah dan alat uji darah, serta memantau bagaimana sistem kesehatan berfungsi,” kata Ghebreyesus. Abinasir Abubakar, perwakilan negara WHO di Lebanon, mengatakan sedikitnya satu petugas kesehatan tewas dalam serangkaian serangan tersebut. Direktur keadaan darurat WHO, Michael Ryan, mengatakan ledakan perangkat “terjadi tanpa peringatan” dan seluruh sistem kesehatan berada di bawah tekanan yang sangat besar dalam waktu yang singkat.