Jakarta, ruangenergi.com- Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah secara resmi menetapkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto Djojohadikusumo dan Gibran Rakabuming Raka, sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 dalam sidang pleno terbuka di kantor KPU, Jakarta, pada Rabu (24/4/2024). Penetapan tersebut dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 01 dan 03, yaitu Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mohammad Mahfud Mahmodin. Keputusan penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih didasarkan pada Keputusan KPU Nomor 504 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilu 2024. Dalam total suara sah Pilpres sebanyak 164.227.475 suara, Prabowo-Gibran meraih 96.214.691 suara atau 58,59%.
Mengacu pada Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024, pengucapan sumpah/janji presiden akan dilakukan pada Minggu, 20 Oktober 2024. Sebagai bagian dari prosesi tersebut, Prabowo-Gibran akan dihadapkan kepada seluruh pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2024-2029. Seiring dengan menjelang pengucapan sumpah/janji presiden, dinamika politik di Indonesia terus berjalan panas, khususnya terkait dengan struktur kabinet dalam pemerintahan Prabowo-Gibran. Beberapa nama telah disebut-sebut sebagai calon menteri atau wakil menteri untuk memimpin berbagai kementerian yang ada.
Dalam konteks ini, fokus penulis ingin menyoroti sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) yang sangat penting di era transisi energi saat ini. Kementerian ESDM memegang tugas penting dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ESDM untuk mendukung Presiden dalam menjalankan pemerintahan negara. Dengan target pertumbuhan ekonomi 8% dalam 2-3 tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, ESDM akan memiliki peran penting dalam pencapaian target tersebut.
Tantangan di Sektor ESDM Paparan Prabowo dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, pada Rabu (8/11/2023), telah menekankan urgensi pertahanan ekonomi Indonesia. Salah satu kuncinya adalah swasembada pangan, swasembada energi, dan swasembada air. Dalam hal swasembada energi, Indonesia telah berupaya untuk mencapainya melalui kebijakan di sektor minyak bumi, gas bumi, ketenagalistrikan, mineral, batubara, energi baru, energi terbarukan, konservasi energi, dan geologi. Namun, masih ada beberapa pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan, terutama dalam bidang minyak bumi, energi baru, energi terbarukan, dan hilirisasi hasil tambang.
A. MINYAK BUMI Ketika berbicara tentang minyak bumi, tidak dapat dipungkiri bahwa produksi minyak terus menurun. Menurut data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), realisasi produksi minyak pada tahun lalu adalah 605 ribu barel minyak per hari, di bawah target yang telah ditetapkan. Beberapa kendala seperti cuaca ekstrem, pengeboran yang tidak mencapai target, dan ketersediaan peralatan telah menghambat produksi minyak.
SKK Migas menargetkan produksi minyak sebesar 600 ribu barel per hari tahun ini. Investasi dalam sektor hulu migas juga merupakan hal yang penting untuk meningkatkan produksi minyak. Tahun lalu, investasi sektor hulu migas mencapai 13,7 miliar dolar AS, namun masih ada potensi untuk peningkatan investasi agar produksi minyak dapat meningkat.
Penarikan investasi asing oleh beberapa perusahaan besar di sektor minyak bumi seperti Shell, Chevron, dan ConocoPhillips menunjukkan bahwa isu-isu seperti iklim investasi perlu ditangani dengan serius. Cadangan minyak Indonesia cukup besar, namun perlu eksplorasi yang lebih intensif.
Ada beberapa aspek yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan daya tarik investasi di sektor energi, seperti daya saing fiskal, stabilitas fiskal, kemudahan berbisnis, dan investasi berkelanjutan. Indonesia perlu melakukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan daya saing investasi di sektor energi.
B. ENERGI BARU dan ENERGI TERBARUKAN (EBT) Transisi energi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan membutuhkan komitmen dan keputusan politik yang kuat. Pemerintahan sebelumnya telah mengambil langkah-langkah menuju transisi energi tersebut, namun perlu waktu dan usaha yang maksimal untuk mencapainya. Pengembangan EBT mulai menunjukkan kemajuan di Indonesia.
Potensi energi baru dan terbarukan, seperti panas bumi dan energi bayu, di Indonesia sangat besar. Namun, penggunaan energi terbarukan baru mencapai 0,34% dari potensi yang ada. Pengembangan energi terbarukan masih memiliki ruang besar untuk ditingkatkan, terutama dengan pertimbangan isu lingkungan, perubahan iklim, dan peningkatan konsumsi listrik.
PLN dan Kementerian ESDM telah merencanakan penambahan kapasitas pembangkit listrik 80 GW dengan persentase yang besar berbasis energi terbarukan hingga tahun 2040. Transisi energi di Indonesia sedang dalam proses untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara dalam pembangkit listrik. Alternatif energi, seperti limbah padat kelapa sawit dan pelet kayu, perlu dijadikan prioritas sebagai pengganti batu bara dalam pembangkit listrik.
Indonesia perlu mengambil langkah-langkah nyata untuk mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan sebagai bagian dari transisi energi. Dengan komitmen yang kuat dan kebijakan yang mendukung, Indonesia dapat mencapai target net zero emisi pada tahun 2060 atau lebih cepat.