Timur Tengah saat ini dalam keadaan tidak stabil. Perang antara Israel dan Hamas di Gaza telah menyebabkan keterlibatan beberapa milisi seperti Houthi di Yaman dan Hizbullah di Lebanon serta negara-negara seperti Iran dan Suriah.
Perang telah menghancurkan sebagian besar wilayah. Gaza telah mengalami kerusakan pada banyak bangunan dan infrastruktur vital. Bahkan, rumah sakit di wilayah tersebut telah hancur akibat serangan militer Israel.
Badan Kemanusiaan PBB, OCHA, melaporkan bahwa sebelum pecahnya perang Israel-Hamas, negara tetangga Lebanon dan Suriah juga mengalami tantangan besar. Di sisi lain, Yaman telah diakui sebagai rumah bagi bencana kemanusiaan terburuk di dunia.
“Kita menghadapi sejarah krisis berskala besar di seluruh kawasan dan sekarang kita menghadapi konflik paling intens (Gaza) yang pernah kita lihat pada generasi modern, yang berisiko menimbulkan konflik di antara konflik-konflik lainnya,” ujar James Denselow, kepala kebijakan konflik dan kemanusiaan di Save the Children, kepada The Guardian, Senin (22/1/2024).
Empat krisis yang terjadi bersamaan di Gaza, Lebanon, Suriah dan Yaman telah memberikan tekanan besar pada lembaga-lembaga bantuan. Komunitas kemanusiaan harus menerima kenyataan pahit bahwa mereka tidak dapat lagi memenuhi permintaan.
“Kombinasi krisis kemanusiaan di Timur Tengah, termasuk bencana kemanusiaan di Gaza, telah memberikan tekanan yang lebih besar dibandingkan yang pernah kita lihat terhadap kemampuan finansial donor untuk merespons dan kemampuan aktor kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan mereka,” kata Jeff Feltman, peneliti senior di UN Foundation.
“Situasinya sangat buruk, namun konsensus menunjukkan bahwa masa-masa yang lebih suram akan segera terjadi. Ini mungkin akan menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik,” timpal Jens Laerke, pejabat senior di OCHA di Jenewa.
Suriah, dengan makin dekatnya peringatan 13 tahun konflik Suriah, negara yang dilanda perang ini mendapati dirinya terjerumus ke dalam bencana kemanusiaan yang semakin parah. Penilaian terbaru menyimpulkan bahwa 85% rumah tangga bahkan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka dan 70% membutuhkan bantuan kemanusiaan. Negara ini juga berada di pusat “krisis pengungsi terbesar di dunia”.
Perang di negara tersebut belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir meski banyak negara telah ikut campur tangan.
Pada awal bulan Oktober, hanya sedikit warga Palestina di Gaza yang dapat membayangkan betapa mendasarnya kehidupan mereka akan berubah. Sekarang, jumlah rumah yang hancur atau rusak diperkirakan sekitar setengahnya dan lebih dari 85% penduduknya telah mengungsi. Di tengah musim dingin, mereka bertahan hidup di tempat penampungan sementara, di dalam mobil, atau di tempat terbuka.
Empat tahun setelah krisis ekonomi bersejarahnya, Lebanon telah lama dianggap sebagai salah satu negara yang menghadapi krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Sekali lagi, lembaga-lembaga bantuan khawatir karena tidak cukupnya bantuan yang diberikan. Kesulitan sehari-hari diperparah oleh dampak inflasi dan depresiasi mata uang yang mendorong kenaikan harga komoditas dasar. Lebih dari 1,2 juta orang memerlukan dukungan untuk mengakses air bersih dan sanitasi.
Sebelum keterlibatan Houthi dalam serangan Laut Merah, negara Yaman telah mengalami kegagalan dalam banyak hal. Sekitar 21 juta warga Yaman bergantung pada bantuan untuk bertahan hidup. Serangan baru-baru ini yang dilakukan Amerika Serikat dan Inggris kepada Houthi telah memicu kepanikan baru, dengan beberapa operasi bantuan terhenti. Ini menjadi masalah lantaran 200 organisasi kemanusiaan dunia biasanya menyalurkan bantuan kepada rata-rata 8,9 juta warga Yaman setiap bulannya.