Dalam buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto. Bab VI: Sikap-sikap Pemenang, Prabowo Subianto menyampaikan ajaran utama yang diterimanya untuk menjadi seorang pendekar. Ia mengatakan bahwa pendekar sejati berbuat untuk orang banyak dan negaranya, bukan untuk dirinya sendiri. Sikap seorang pendekar sejati adalah berbuat banyak pengabdian tanpa menuntut pamrih, semakin berisi semakin menunduk, dan semakin difitnah semakin memaafkan.
Prabowo juga menekankan bahwa seorang pendekar yang sejati harus bisa membela diri, keluarga, lingkungan, dan negara. Namun, ia tidak boleh mengancam, menindas, atau menyakiti hati orang lain. Seorang pendekar sejati mengobati yang sakit, bukan menimbulkan kesakitan atau penderitaan. Pendekar sejati juga tidak boleh kenal kata dendam.
Menurut Prabowo, bangsa yang kuat dan besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya. Ia mencontohkan pemimpin dan pendekar-pendekar pembela keadilan dan kebenaran dalam sejarah Indonesia yang berani melawan penjajahan dan dominasi bangsa lain. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berjuang tanpa pamrih dan menghidupkan sikap pendekar.
Prabowo juga memberikan contoh dari sejarah Jepang tentang sikap kesatria yang selalu melakukan negosiasi sebelum pertempuran. Dia juga menekankan pentingnya kerja sama meskipun ada perbedaan pendapat, dengan contoh cerita Abraham Lincoln dari Amerika.
Prabowo menegaskan bahwa sikap pendekar yang ia sebutkan sudah diajarkan secara turun temurun di setiap perguruan pencak silat di Indonesia. Selain itu, sikap-sikap tersebut juga dijumpai dalam buku the Swordless Samurai karya Kitami Masao, dan juga Warrior of the Light karangan Paulo Coelho.
Prabowo menekankan bahwa seorang pendekar harus menjauhi jalan yang gelap, penuh dengan keserakahan, kedengkian, iri hati, fitnah, kekejaman, dan kecurangan. Seorang pendekar harus percaya pada keajaiban dan pada kemampuan pikirannya untuk mengubah hidupnya. Menurutnya, seorang pendekar tidak pernah menunduk.