Ada kekhawatiran yang semakin meningkat di Timur Tengah. Pengamat telah memberikan analisis atas situasi tersebut. Salah satu di antaranya adalah Presiden Pusat Studi Timur Tengah dan Dosen Tamu Universitas HSE (Moskow), Rusia, Murad Sadygzade. Ia menulis bagaimana “gerbang neraka” bisa saja terbuka karena sejumlah konflik yang kini terus mengguncang wilayah itu.
Baru memasuki tahun 2024, eskalasi Timur Tengah terus berlanjut. Masalah serangan Israel ke Gaza, Palestina masih belum berakhir, sejumlah milisi proksi Iran juga turut menggempur Tel Aviv dan kepentingannya karena serangan yang terus menerus.
Houthi, misalnya, semakin gencar melancarkan tembakan rudal ke kapal-kapal di Laut Merah. Ini kemudian dibalas oleh Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang melancarkan operasi militer di Yaman, bahkan dengan rudal jelajah Tomahawk yang menewaskan lima orang. “Serangan koalisi AS-Inggris dikutuk oleh kelompok Houthi, yang bersumpah akan membalas. Juru bicara gerakan tersebut, Mohammed Abdulsalam, mengatakan serangan itu adalah agresi terang-terangan dan tidak akan dibiarkan begitu saja,” katanya dikutip RT, Rabu (17/1/2024).
Kekhawatiran akan potensi konflik regional yang lebih luas akibat situasi tersebut pun muncul. Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap konflik regional di Timur Tengah, salah satunya adalah perang saudara yang sedang berlangsung di Yaman dan intervensi yang dipimpin Arab Saudi selama tujuh tahun. Persaingan antara Arab Saudi dan Iran juga menjadi faktor lain yang turut menyulut konflik tersebut.
Meski begitu, Sadygzade menegaskan bahwa meskipun masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa perang regional di Timur Tengah tidak bisa dihindari, setiap eskalasi regional, termasuk serangan AS-Inggris terhadap kelompok Houthi, dapat membawa perang ini selangkah lebih dekat. Ia juga mengatakan bahwa kemungkinan besar keputusan AS untuk melancarkan serangan rudal terhadap posisi Houthi di Yaman dilakukan guna mengintimidasi kelompok Houthi dan menghentikan serangan mereka di Laut Merah dengan menunjukkan kekuatan.
Namun demikian, tindakan ini hanya akan semakin meningkatkan konflik di wilayah tersebut dan konflik di Gaza, Palestina. Sadygzade menambahkan bahwa tindakan AS dan sekutu juga bisa memperluas wilayah dan peserta konflik di Timur Tengah.
Ia juga mengatakan bahwa kekhawatiran monarki di Teluk bukanlah tanpa dasar. Hal ini dikarenakan perkembangan konflik tersebut dapat meluas dan mengancam pergerakan kapal tanker minyak dan gas di Teluk Persia, yang merupakan jalur pengangkutan lebih dari 30% ekspor hidrokarbon dunia. Tidaklah tepat untuk mengatakan bahwa serangan yang dipimpin AS terhadap Houthi saja akan memicu konflik regional berskala besar di Timur Tengah, namun kelanjutan dari insiden tersebut dapat membuka ‘gerbang neraka’ dan mengarah pada keterlibatan yang lebih intens dari ‘poros perlawanan’ di berbagai penjuru kawasan dalam perang melawan Israel dan Barat.
Untuk mengakhiri situasi tersebut, Sadygzade menegaskan bahwa mengakhiri konflik di Gaza adalah solusi yang harus diambil. Ia menegaskan bahwa situasi ini tidak dapat diselesaikan dengan peningkatan penggunaan kekuatan oleh Barat, namun hanya dengan mengakhiri konflik di Gaza.