Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]
Ketika saya berusia 17 tahun, saya kembali dari luar negeri. Saat itu, Pak Kemal Idris sangat terkenal sebagai tokoh TNI Angkatan Darat dan salah satu tokoh kunci Orde Baru. Bersama Letnan Jenderal TNI HR Dharsono, Surono, dan Kolonel Infanteri Sarwo Edi Wibowo, beliau mendukung Pak Harto di awal Orde Baru hingga Pak Harto menjadi Presiden Republik Indonesia.
Dalam keluarga saya, Pak Kemal Idris sering dibicarakan, khususnya dalam kaitannya dengan peristiwa Lengkong yang melibatkan paman saya, Subianto Djojohadikusumo. Ketika saya bertemu Pak Kemal Idris, beliau mendorong saya untuk mengikuti jejak paman saya yang berani. Setelah saya mempelajari riwayat hidupnya, saya menemukan bahwa Pak Kemal Idris adalah orang yang patriotik, pemberani, lurus, dan terbuka.
Batalyon Kemal Idris, yang dipimpinnya, menjadi batalyon TNI pertama yang masuk ibu kota setelah kedaulatan diserahkan kepada Republik Indonesia. Pada tahun 1952, Batalyon Kemal Idris juga terlibat dalam pengepungan istana. Pak Kemal Idris dikenal sebagai sosok pemberani, pro rakyat, dan nasionalis yang membenci korupsi.
Saya mengagumi sifat terbuka, humoris, dan jujur Pak Kemal Idris, meskipun beliau juga memiliki kekurangan dalam pengambilan keputusan yang terlalu cepat dan emosional. Selama perjalanan hidupnya, beliau memberi saya banyak nasihat dan pelajaran mengenai kepemimpinan.
Saat beliau sakit keras, beliau meminta saya untuk terus berjuang dan menjaga Republik ini. Kata-kata terakhir beliau kepada saya, “jaga Republik ini, terima kasih,” sangat mengharukan bagi saya. Saya kemudian menghormati beliau dan merasakan getaran jiwa beliau di saat-saat terakhir hidupnya.