Prabowo Subianto, dalam bukunya “2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto,” mengungkapkan rasa hormatnya terhadap Samora Machel, seorang pemimpin militer yang memiliki pandangan politik berbeda dengannya. Meski demikian, Prabowo tetap menghormati kepemimpinan Machel.
Machel lahir pada tahun 1933 dari keluarga petani di pedesaan Mozambik. Meski ayahnya mengalami diskriminasi berat dalam sistem kasta kolonial, keluarganya berhasil membangun usaha pertanian yang sukses. Machel hanya menyelesaikan kelas empat SD sebelum pindah ke ibu kota dan melanjutkan pendidikan sebagai perawat. Pengalaman bekerja di rumah sakit membuatnya semakin tergerak untuk melawan kolonialisme.
Machel kemudian bergabung dengan Front Pembebasan Mozambik (Frelimo) di Tanzania dan mengajukan diri untuk dinas militer. Ia menjalani pelatihan paramiliter di Aljazair sebelum ditugaskan sebagai penanggung jawab kamp pelatihan militer Frelimo. Ia kemudian menjadi komandan gerilya yang terampil dan naik pangkat menjadi kepala tentara pembebasan.
Pada tahun 1969, Machel terpilih sebagai Presiden Frelimo setelah pemimpin dan pendiri Frelimo terbunuh oleh bom parsel. Machel terbukti sebagai ahli taktik yang cerdik dalam memimpin pergerakan Frelimo di lapangan, serta berhasil menguras energi tentara Portugis dengan taktik gerilya.
Setelah Revolusi Anyelir di Portugal, Machel kembali ke Mozambik dan berhasil memperluas kendali Frelimo ke seluruh pedesaan Mozambik. Pada Juni 1975, Mozambik memperoleh kemerdekaan penuh dan Machel menjadi presiden pertamanya.
Machel menghadapi berbagai tantangan ekonomi dan politik sebagai presiden Mozambik, namun ia tetap aktif dalam membantu gerakan pembebasan di Afrika. Dukungannya menjadi kunci bagi kemerdekaan Zimbabwe dan Afrika Selatan.
Namun, pada Oktober 1986, pesawat yang ditumpangi Machel jatuh saat kembali dari pertemuan pimpinan Afrika di Zambia. Ia wafat pada usia 53 tahun. Setelah kematiannya, istrinya, Graca, menikah dengan Nelson Mandela pada tahun 1998.
Prabowo Subianto menutup ceritanya dengan mengungkapkan kembali rasa hormatnya terhadap Machel karena kepemimpinannya yang ulung, kemampuannya dalam perang gerilya, dan upayanya dalam menyediakan pendidikan dasar bagi rakyat yang dipimpinnya.
(Dikutip dari Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto)