Belum Terlampaui Target, Produksi Minyak di Indonesia Mengkhawatirkan

by -128 Views
Belum Terlampaui Target, Produksi Minyak di Indonesia Mengkhawatirkan

Produksi minyak nasional belum menunjukkan tren kenaikan yang positif hingga saat ini. Meskipun pergantian tahun dari 2023 menuju 2024 semakin dekat. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rata-rata produksi minyak di bulan Oktober hanya mencapai 582,69 ribu barel per hari (bph). Padahal, pemerintah menargetkan produksi lifting minyak sebesar 660 ribu bph dalam APBN 2023.

Di sisi lain, penyaluran gas di bulan Oktober sudah mencapai 6.684 juta standar kaki kubik gas per hari (mmscfd). Angka ini melebihi target yang ditetapkan sebesar 6.160 mmscfd. Hadi Ismoyo, praktisi minyak dan gas bumi (migas), mengatakan bahwa mencapai target lifting minyak yang telah ditetapkan dalam APBN 2023 cukup berat. Target produksi minyak tahun ini adalah 660 ribu bph.

Menurut Hadi, produksi minyak nasional diproyeksikan akan berada di bawah 620 ribu bph hingga akhir tahun 2023, dengan estimasi sebesar 609 ribu bph. Sedangkan target lifting minyak hingga akhir tahun ini hanya mencapai 591 ribu bph. Hal ini diketahui berdasarkan laporan dalam acara Konvensi International Oil and Gas (IOG) 2023 di Nusa Dua, Bali.

Hadi juga menyebutkan beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh para kontraktor migas dan SKK Migas di masa depan, terutama jika tidak segera dilakukan upaya untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi, menerapkan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR), dan Existing Production with Low Decline Management secara masif.

Menurut Hadi, perlu fokus pada beberapa hal penting, terutama SKK Migas dan para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), dalam upaya peningkatan produksi. Salah satunya adalah menggalakkan kegiatan eksplorasi di cekungan baru. Hadi mengungkapkan bahwa masih banyak potensi cekungan baru di Indonesia yang belum dieksplorasi, terutama di Indonesia Timur. Namun, hal ini juga harus didukung dengan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpengalaman dan berjiwa explorationist.

Selain itu, dibutuhkan penerapan teknologi yang mampu mengolah big data dengan cepat. Penggunaan teknologi ini telah berhasil dilakukan oleh KKKS seperti ENI dalam operasinya di Indonesia. Yang tak kalah penting adalah kebutuhan akan capital expenditure (capex) dan operational expenditure (opex) yang mencukupi untuk kegiatan eksplorasi. Hadi menyatakan bahwa komponen ini sudah ada, namun kurangnya orang dengan jiwa explorationist dan sebagai risk taker yang manageable dan terukur.

Sumber: CNBC Indonesia